April Mas Pujo mendapat
panggilan ke Jakarta. Saya akan
berbagibeberapa cerita sex
pengalaman sex saya dan
menuliskan cerita seks disini yang
emangsesuai kenyataan.
Ternyata Mas Pujo mendapat
promosi untuk menduduki
jabatan yang lebih tinggi di Bumi
Nyiur Melambai. Promosi itu
adalah sesuatu yang
menggembirakan bagi kami tapi
juga sekaligus menyedihkan.
Karena itu berarti kami harus
berpisah dengan orang yang
paling kami sayangi, Meta.
Setelah hampir dua minggu dan
telah membuat perencanaan
yang masak, kami sepakat untuk
berterus terang pada Meta.
Acara kami buat di villa kami di
kawasan Kopeng. Sengaja kami
hanya berempat dengan Meta
dan kami memilih tepat pada hari
libur kerja yaitu Sabtu dan
Minggu. Kepada suaminya Meta
ijin akan mengikuti pelatihan
Manajemen Mikro. Meta
sebenarnya cukup merasa
penasaran meskipun sebenarnya
acara seperti ini telah sering
kami adakan, tapi memang
biasanya Meta tidak sampai
menginap.
Kami berangkat terpisah karena
Meta diantar oleh suaminya
sampai ke tempat bus Patas,
tapi sesampai di Salatiga kami
telah menunggunya, lalu Meta
turun dan terus bergabung
bersama kami menuju Kopeng.
“Uhh..! Kesel aku Mbak, masak
aku disuruh naik bus sendiri”
sungut Meta begitu turun dari
bus.
“Lho kan belum jadi direktur, ya
sabar dulu dong sayang..”
jawabku sambil membantu
mengangkat koper bawaannya.
“Mbak, aku di belakang ama Mas
Pujo ya, biar Mas Duta yang
setir” pintanya padaku. Aku tahu
betul akan kelakuannya itu,
Meta ingin bermanja-manja
dengan Mas Pujo.
“Iya deh.., asal Mbak tetep
dibagi..” godaku.
“Iih.. Mbak kan udah tiap hari
nyanding” balasnya. Mas Pujo
cuma nyengir, sedang Duta
sudah siap di belakang setir.
“Met.., apa tadi nggak dapat
saweran di bus” goda Duta
sambil menjalankan mobilnya.
“Iih.. Emangnya aku cewek
apaan” jawab Meta menirukan
gaya Nani Wijaya di serial Bajaj
Bajuri sambil menggelendot manja
pada Mas Pujo.
Memang Meta sangat
menyayangi Mas Pujo, bahkan
dialah yang paling pencemburu
dibandingkan aku yang isterinya.
Aku, Mas Pujo dan Duta juga
amat sayang padanya. Bagi kami
kebahagiaan yang kami rasakan
selama ini memang untuk
berempat. Kulihat Meta sudah
mulai mengantuk di pelukan Mas
Pujo.
“Mas pijit ya sayang..!” bisik Mas
Pujo di telinga Meta.
Meta merapatkan pelukannya.
Mas Pujo mulai memijit punggung
Meta. Pijitan Mas Pujo memang
benar-benar pijitan yang
menenangkan karena aku pun
sangat menyukainya. Bila sehabis
ML biasanya Mas Pujo memijit
punggungku sambil memelukku.
Itulah Mas Pujo yang romantis,
kata Meta.
Perjalanan Salatiga-Kopeng
hanya sekitar 45 menit. Aku
sendiri sebenarnya lelah setelah
tadi malam kuhabiskan dua
rondeku dengan kedua suamiku.
Cumbuan Duta yang begitu lama
membuatku benar-benar habis
tenaga, belum Mas Pujo yang
selalu mengambil babak akhir
permainan kami. Mas Pujo
memang sangat senang
membenamkan kontolnya ke
dalam memekku saat aku telah
mencapai orgasme. Biasanya ia
akan membenamkan kontolnya
dan memelukku dengan penuh
perasaan sambil menikmati
remasan-remasan memekku,
bahkan tadi malam sempat kram
rasanya otot-otot memekku
karena permainan mereka
berdua.
Seperti biasanya aku meminta
Duta untuk telentang dan
membuka kedua pahanya dengan
kepala bertelekan 2 bantal, lalu
aku menaikinya dengan posisi
membelakangi dan bertumpu
pada kedua tanganku ke
belakang. Posisi ini sangat aku
sukai karena Mas Pujo dapat
dengan mudah melumat clitorisku
sementara Duta memompa
memekku dari bawah sambil
meremas putingku. Rasanya
semua syaraf nikmatku tak ada
yang terlewat menerima
rangsangan dari keduanya.
Begitu aku orgasme yang ketiga
dan Duta memuntahkan
spermanya di memekku, langsung
Mas Pujo mengambil alih dengan
membenamkan kontolnya ke
memekku. Mas Pujo menikmati
kontraksi otot-otot vaginaku
dan berlama-lama berada di
sana, sebelum kemudian
memompa memekku dengan
penuh perasaan.
“Kok ngelamun Rien, kita dah
nyampe nih..!” ujar Duta
mengagetkanku sambil
memasukkan kendaraan ke
pelataran villa. Aku tergagap.
Kulihat Pak Kidjan penjaga villa
kami memberi salam.
“Meta, bangun sayang, kita udah
nyampe nih..!” bisik Mas Pujo.
Yang dibisiki menggeliat sambil
mengucek-ucek mata. Kembali
dipeluknya Mas Pujo dan mereka
berciuman lembut penuh
perasaan. Entah mengapa sejak
mula pertama Mas Pujo bercinta
dengan Meta tak ada rasa
cemburuku, aku malah bahagia
melihat keduanya, tapi anehnya
aku cemburu kalau Mas Pujo
dengan yang lain.
Pada pukul 17.00 tepat kami
sudah selesai memasukkan semua
bawaanke dalam villa dengan
dibantu Pak Kidjan. Setelah itu
kami suruh Pak Kidjan untuk
mengunci pagar dan pulang
karena kami katakan bahwa
kami ingin beristirahat dengan
tidak lupa memintanya agar
besok jam 10 dia datang lagi.
Villa ini dibeli oleh Duta karena
sebelumnya memang
direncanakan untuk coba-coba
usaha agribisnis. Bangunan yang
ada hanya sederhana saja
karena memang bekas bangunan
Belanda yang terletak di tengah-
tengahtanah seluas 1 hektar
yang di depannya ada rumah
penjaga yang jaraknya 75
meteran. Ada 4 kamar, yang dua
besar dan ada connecting door,
salah satunya ada 2 tempat
tidur dan yang satunya single,
dengan ruang tamu cukup luas,
ruang dapur dan garasi. Kami
sengaja memakai dua kamar
yang besar itu.
“Mandi dulu gih..” pinta Mas Pujo
pada saya dan Meta.
“Maas, Meta dimandiin Mas aja..
Ya” rengek Meta manja sambil
memegang lengan Mas Pujo.
“Idih, kan udah becal, Meta kan
bisa mandi cendili” goda Mas Pujo
dicedal-cedalkan.
“Nggak mau.., Meta mau mandi
ama Mas aja” jawab Meta
merajuk sambil cemberut dan
langsung minta gendong.
Aku dan Duta hanya senyum-
senyum melihat tingkah mereka.
Lalu Mas Pujo menggendong
Meta berputar-putar. Bibir
keduanya tampak berpagutan
mesra. Sambil tetap berciuman
mereka menuju kamar mandi,
yang oleh Duta sudah diganti
dengan jacuzzi besar yang cukup
untuk berendam 4 orang dan
ada air panasnya. Lalu Duta
meraihku dan memelukku, kami
berciuman.
“Nyusul yok.. Kita bisa saling
gosok” ajak Duta dengan
langsung menggendongku.
Di jacuzzi, Mas Pujo sedang
memeluk Meta dari belakang
sambil menciumi rambutnya, tapi
aku yakin bahwa pasti tangan
Mas Pujo yang satu tidak akan
jauh-jauh dari puting susu Meta,
sedang yang lain entah apa yang
digosok, tapi karena di dalam air
dan tertutup busa sabun jadi
tidak kelihatan. Sementara itu
yang dipeluk memejamkan
matanya penuh kenikmatan
sambil sesekali mendesis.
Aku turun dari gendongan Duta.
Kulepas semua pakaianku hingga
telanjang bulat, setelah itu ganti
kulucuti pakaian Duta sampai tak
bersisa. Kontol Duta yang besar
masih belum bangun penuh, jadi
masih setengah kencang. Dengan
berbimbingan tangan kami masuk
ke air dan Duta bersandar dekat
Mas Pujo. Dengan meluruskan
kedua kakinya, aku maju ke
pangkuan Duta, kutempelkan
bibir memekku ke atas kontol
Duta dan kutempelkan dadaku
ke dadanya. Hangatnya air dan
sentuhan kulit kami terasa
nikmat, benar-benar nikmat.
Dengan perlahan tapi pasti
benda bulat dalam lipatan bibir
memekku membesar mengeras
dan berusaha berdiri tegak, tapi
karena tertahan oleh belahan
memekku, benda tersebut tak
bisa tegak. Di sebelahku, Meta
juga sedang menduduki barang
yang sama seperti aku. Aku tahu
pasti, bahkan aku yakin bahwa
Mas Pujo masih belum
memasukkan barangnya ke
memek Meta. Kami berempat tak
ada yang bersuara, hanya
sesekali terdengar desahan lirih
dari mulut Meta tetapi kami
sama-sama tahu bahwa kami
masing-masing sedang menikmati
sesuatu yang tak dapat
dilukiskan dengan kata-kata.
“Engh.. Egh..” tiba-tiba desahan
Meta semakin keras diiringi geliat
tubuhnya yang seperti cacing
kepanasan.
“Aduh Mas, Meta nggak kuat.. Oh
Mbak, ooh.. Mas Duta, ayo dong,
Meta duluan” pintanya.
Kalau sudah begini biasanya Meta
memintaDuta untuk segera
membenamkan kontolnya ke
memeknya. Aku beringsut
meninggalkan Duta sementara
Mas Pujo masih memangku Meta
dari belakang dalam posisi kedua
kaki lurus ke depan dan
bersandar pada dinding jacuzzi.
Duta mendekat dari depan sambil
mengarahkan kontolnya ke arah
selangkangan Meta dan Meta
memberi jalan dengan
mengangkangkan kedua
pahanya. Perlahan dengan
bimbingan tangan Meta, kepala
kontol Duta memasuki memek
Meta, jelas terlihat dari
ekspresinya yang mendesis
keenakan. Lalu pesta seks ini
terus berlanjut.
Perlahan Duta mulai memompa
maju mundur terlihat dari riak
air yang mulai menggelombang,
sementara Mas Pujo memeluk
Meta dari belakang sambil
menciumi tengkuk dan belakang
telinganya. Saat-saat seperti itu
Meta nikmati dengan
memejamkan mata sambil giginya
beradu menahan nikmat yang
luar biasa. Meskipun kontol Mas
Pujo tidak melakukan penetrasi
namun aku yakin, pasti ada yang
mengganjal di anus Meta hingga
itu membuat sensasi tersendiri
untuknya. Tiba-tiba Meta
melepaskan pelukan Mas Pujo
dan ganti memeluk Duta. Sedang
Mas Pujo masih tetap tidak
dapat bergerak karena harus
memangku dua orang yang
sedang bersetubuh. Mas Pujo
hanya mengusap-usap punggung
dan pinggang Meta dari
belakang.
“Aduhh Mas, Meta ngga tahaan,
enghh..” desah Meta sambil
memeluk Duta erat-erat dan
dada Duta yang bidang terkena
sasaran gigitannya.
Melihat itu semua aku menjadi
sangat terangsang tapi kami
bertiga sudah bersepakat bahwa
kesempatan kali ini adalah milik
Meta sepenuhnya, jadi aku
mengalah dulu. Sementara itu
kutukar air jacuzzi dengan air
hangat tanpa membubuhkan
sabun. Begitu air telah mulai
berkurang, kulihat posisi Meta
yang mengangkang sementara
Duta memompanya dari depan
dan kontol Mas Pujo tertindih di
antara bokong Meta.
Sejenak Meta masih menikmati
saat-saat indah orgasmenya.
Kemudian Meta melepaskan diri
dari Duta dan berdiri membalik
menghadap Mas Pujo hingga
praktis memeknya berada di
depan mulut Mas Pujo. Diraihnya
pinggul Meta dan Mas Pujo mulai
menciumi dan menjilati memek
Meta.
“Aahh sshh Mas kita ke kamar
aja.. Meta nggak tahan nih”
rengek Meta. Mas Pujo berdiri
menggendong Meta dan
meninggalkan kami berdua
sementara Duta mulai berbalik
menciumi payudaraku.
“Rien ikut yuk..” ajak Duta.
Aku ikut saja sambil berpelukan
seperti Adam dan Hawa, kami
menyusul Mas Pujo dan Meta ke
kamar besar yang ada single
bed-nya. Kulihat Meta telah
telentang dan Mas Pujo
menindihnya, sekali-sekali
pinggulnya diangkat dan
dihunjamkannya dengan penuh
perasaan sampai melengkung.
Kutarik Duta dan segera aku
telentangkan diriku. Aku ingin
kontol Duta yang masih tegak
berdiri segera menusukku
mengisi relung vaginaku. Aku
ingin mempraktekkan sex yoga
yang baru aku pelajari dengan
Mas Pujo beberapa waktu lalu.
Sementara Mas Pujo dan Meta
menikmati saat-saat indah itu, di
sebelahku Duta membuka kedua
pahaku lebar-lebar dan
mengarahkan kontolnya ke
memekku yang telah merekah.
Perlahan-lahan, mili demi mili aku
rasakan benda itu mulai
memasuki memekku sebelum
akhirnya benda keras itu telah
dengan sempurna berada di
peraduannya. Kemudian Duta
menindihku dan memelukku
dengan sepenuh perasaan. Aku
sepenuhnya berkonsentrasi pada
apa yang sedang kurasakan dan
Duta mengikutinya hanya dengan
diam, tanpa gerakan memompa
hingga tanpa diperintah pun
saraf-saraf nikmat di sepanjang
lorong memekku bekerja, mula-
mula hanya gerakan-gerakan
halus.
Pada saat yang sama desiran-
desiran nikmat juga mulai
menjalari kedua payudaraku
yang tertindih dada Duta.
Semakin lama gerakan-gerakan
halus di sepanjang lorong
memekku berubah menjadi
remasan-remasan dan mulai
terasa getaran-getaran pada
batang kontol Duta, bahkan
kepala kontolnya terasa mulai
melebar pertanda akan
memuntahkan spermanya. Napas
Duta semakin memburu, aku
sendiri sudah tak ingat apa-apa.
Konsentrasiku hanya satu yaitu
pada rasa nikmat yang
menggelitiki mulai ujung puting
payudaraku sampai ke lorong-
lorong memekku. Dan.. Creet..
Creett.. Crett.. Ketika akhirnya
sperma itu membasahi relung-
relung memekku, jiwaku seakan
melayang menari-nari di atas
awan sambil berpelukan dengan
Dutaku sayang. Sejuta
kenikmatan kurasakan di sekujur
tubuhku. Sementara itu..
“Oohh.. Ahh aduh Mas.. Meta mau
nyampe lagi Mas..” suara desahan
Meta kembali menyadarkan aku
dan kudapati Duta yang masih
ngos-ngosan dengan bermandi
peluh mendekapku.
“Terima kasih Rien.. Kamu luar
biasa” bisiknya di telingaku. Aku
menoleh ke samping. Mas Pujo
juga sedang menjelang saat-saat
akhir mendekati puncak. Tampak
pinggulnya menghunjam
selangkangan Meta dalam-dalam
dan..
“Aahh.., adduhh Mmass..” Meta
dan Mas Pujo hampir bersamaan
mengejat-ngejat keenakan.
Akhirnya kami mengakhiri
permainan sore itu setelah jam
menunjukkan hampir pukul 19.00.
Rasa lapar akhirnya datang juga
mengingat kami belum makan
malam. Bergegas kulepas pelukan
Duta, lalu dengan telanjang bulat
aku pergi ke dapur. Kubuka
bungkusan-bungkusan bekal
yang telah aku siapkan. Meta
menyusul juga dalam keadaan
telanjang dan akhirnya kami
berempat menghadapi meja
makan masih dalam keadaan
telanjang tanpa ada yang
sempat membersihkan diri
bahkan dari celeh memekku dan
memek Meta masih tampak
meleleh sperma suami-suami kami.
Pagi itu aku bangun lebih awal
karena memang aku dapat
beristirahat penuh saat
malamnya. Kulihat Mas Pujo masih
memeluk Meta berhadapan,
sedang dari belakang Duta
tampak memepetkan tubuhnya
terutama pada bagian bokong
Meta, pasti batangnya masih
menancap.
Kebiasaan Duta selalu
membenamkan kontolnya sambil
tidur dan hebatnya tidak lepas,
tetap saja kencang di dalam
memek. Sedang Mas Pujo pasti
tangannya tak mau jauh-jauh
dari puting, aku tahu persis
kelakuan kedua laki-laki itu
karena aku juga sering
diperlakukannya demikian,
bedanya aku tidak dapat tidur
dengan kontol masih mengganjal
memekku, sedangkan Meta bisa,
mungkin karena kecapaian.
Dalam hal seks sebenarnya aku
sudah puas sekali dipenuhi oleh
Mas Pujo dan Duta tapi
kehadiran Meta kadang
membuatku ingin bereksperimen
terhadap respons sex yang
ditimbulkan oleh sesama jenis.
Meskipun aku sudah sering main
berempat, tapi biasanya aku
atau Meta hanya bersifat pasif
kurang dominan, sedangkan
peran utama tetap pada kedua
pria itu.
Pernah pada suatu hari Mas Pujo
sedang tidak ada di rumah
karena ada tugas ke luar kota
selama seminggu dan Duta
sedang ada di rumah setelah dari
Jakartaselama hampir 5 hari.
Kira-kira pada pukul 19.00, Meta
datang ke rumahku. Nampaknya
Meta tahu bahwa aku sedang
berduaan saja dengan Duta. Kami
duduk di ruang tamu. Seperti
biasa Meta agak kurang tertarik
untuk ML kalau dengan Duta. Aku
pamitke dapur untuk membuat
minuman. Aku sedang menyeduh
teh, ketika Duta tiba-tiba sudah
berada di belakangku. Sebelum
aku sadar apa yang terjadi, Duta
sudahmendekapku dari
belakang.
“Duta, jangan.. Jangan di sini
sayang, aku kan lagi pegang air
panas.. Gak boleh.. Ya sayang..”
kataku manja sambil berusaha
melepaskan diri.
“Rien..”, bisiknya sambil menciumi
leher dan telingaku.
“Rien.. Aku kangen banget sama
Rien. Kasihanilah aku Rien.. Aku
kangen banget”, bisiknya sambil
terus mendekapku erat-erat.
“Iya.. Iya tapi kan baru tiga hari
masak udah gak sabar..” kataku
sambil meronta-ronta manja
dalam pelukannya.
“Aduhh. Mbaak jangan gitu.. Mas
Duta sudah ngga kuat tuh..
Nggak kuaat kan Mas”, bisik
Meta tiba-tiba juga sudah
berada di belakang Duta tanpa
sehelai benang pun dengan sinar
mata penuh nafsu.
Tangan Meta tiba-tiba meremas
buah dadaku, menciumi leher dan
belakang telingaku. Tangan
kirinya merangkulku dan tangan
kanannya tahu-tahu sudah
meraba vaginaku sementara
pelukan Duta mengendur
memberi kesempatan. Aduh, gilaa,
sentuhanMeta malah
melambungkan nafsuku. Kalau
tadi aku pura-pura meronta,
sekarang aku malah pasrah,
menikmati remasan tangan Meta
di puting payudara dan di
vaginaku.
Aku dibaliknya menjadi
berhadapan, aku didekapnya,
dan diciumi wajahku. Dan
akhirnya bibirku dikulumnya
habis-habisan. Lidahnya masuk ke
mulutku, dan aku tidak sadar lagi
saatlidahku juga masuk ke
mulutnya. Meta menurutku saat
itu agak kasar tetapi benar-
benar romantis hingga aku
benar-benar terhanyut.
Sensasinya luar biasa, baru kali
itu aku merasakan nikmatnya
sentuhan sejenis.
Tanpa terasa Duta dan aku pun
telah telanjang bulat, entah
siapa yang melucutiku, mungkin
Duta. Kalau situasinya
memungkinkan, belaian sejenis
ternyata malah menjadi lebih
nikmat untuk dinikmati. Aku
membalas pelukannya, membalas
ciumannya. Kami semakin liar.
Tangan Duta menyingkap belahan
bokongku danmerogoh ke dalam
vaginaku yang sudah basah dari
belakang sedang tangan Meta
mengerjai vaginaku dari depan.
Didekapnya clitorisku dan dipijat-
pijatnya, diremasnya,
dimainkannya jarinya di belahan
vaginaku dan menyentuh
clitorisku. Kami tetap berdiri. Aku
didorong Meta mepet menyandar
ke tubuh Duta, penisnya sudah
tegang sekali, mencuat ke atas.
Tangan kananku dibimbingnya
untuk memegangnya. Penis Duta
memang lebih besar daripada
punya Mas Pujo. Secara refleks
penisnya kupijat dan kuremas-
remas dengan gemas.
Duta semakin menekan penisnya
ke celah bokongku untuk
menerobos vaginaku. Aku paskan
di lubangku, dan akhirnya masuk,
masuk semuanya ke dalam
vaginaku. Duta dengan sangat
bernafsu mengocok penisnya
keluar masuk sementara
kuangkat satu pahaku dan Meta
telah merosot ke depan
selangkanganku untuk mengulum
clitorisku yang juga sudah
mencuat. Benar-benar kasar
gerakan Meta, tetapi gila, aku
sungguh menikmatinya.
Sementara penis Duta terasa
mengganjal dari belakang dan
nikmat sekali. Aku pegang
bokongnya dan kutekan-
tekankan agar mepet ke pangkal
pahaku,agar mencoblos lebih
dalam lagi.
“Duta.. Meta.. Aku ngga kuat..
Aduhh.. Kalian.. Curang..” bisikku
dengan nafas memburu.
“Ooh.. Meet..”
Cepat kudorong pinggulku ke
belakang, sehingga penis Duta
bertambah dalam di vaginaku
hingga aku mengejat-ngejat
menikmati orgasme.
“Orghh..” Duta melenguh seperti
kerbau disembelih pertanda akan
memuntahkan spermanya.
Lalu tangan Meta segera
mencabut dan menggenggam
penis Duta yang memuncratkan
spermanya di dalam mulut Meta
hingga sebagian tumpah di lantai
dapur. Kami berpelukan lagi
sambil mengatur napas kami. Ya
ampun, aku telah disetubuhi Duta
dandioral Meta dengan posisi
Duta berdiri, sambil mepet ke
tembok. Gila, aku menikmatinya,
aku berakhir orgasme dengan
sangat cepat, walaupun hanya
dilakukan tidak lebih dari 20
menit saja. Mungkin ini karena
sensasi yang kuperoleh dari
permainan dengan sesama jenis
juga.
*****
Pagi itu setelah selesai
membersihkan diri di kamar
mandi, timbul niatku untuk ganti
mengerjai Meta sekaligus
memberikan kenangan
perpisahan untuknya. Sambil
memisahkan pelukan Mas Pujo
dengan Meta, aku yang sudah
mandi dan masih telanjang bulat
menyelinap di antara tubuh
mereka.
“Biar aku yang gantiin peluk
Meta Mas..”, kataku pada Mas
Pujo.
Mas Pujo bangun dan langsung
ke kamar mandi. Kudekap Meta,
kupegang puting susunya yang
sebelah kiri sementara tangan
kananku meraba vaginanya.
Benar saja di memek Meta masih
terganjal kontol Duta. Meta
terbangun.
“Aku sayang sama Mbak Rien..”,
kata Meta sambil mencium
bibirku.
“Kamu luar biasa deh Met..
vegymu masih bisa pegang.. the
big gun”, bisikku sambil
tersenyum. Meta juga tersenyum
nakal, sambil ganti membelai
payudaraku.
“Punyaku kencang dan keset ya
Mas? Mas Pujo suka bilang gitu.
Meskipun udah buat lewat
anakku”, tanya Meta ke Duta
manja. Yang ditanya hanya
membuka matanya separuh.
“Mbak, punya Mbak Rien juga
masih oke banget kan, nyatanya
Mas Duta selalu ketagihan”, kata
Meta lagi. Kami berdua
tersenyum dan mempererat
pelukan kami.
Kuciumi Meta dari kening, mata,
hidung hingga mulut. Disambutnya
ciumankudengan permainan
lidahnya. Lama kami berciuman
dan tanganku pun tak henti
meremas teteknya yang kenyal.
Lalu kubuka bibir vaginanya.
Kemudian kususupkan tanganku
ke dalam belahan memeknya di
antara kontol Duta untuk
kemudian jari tengahku kutarik
ke atas hingga tepat menekan
clitorisnya. Memek Meta telah
banjir akibat kelenjar-kelenjar
memeknya mengeluarkan cairan
karena rangsangan tanganku
dan dari kontol Duta yang mulai
ditarik keluar masuk.
“Sshh.. Oohh.. Mbak.. Please..
Sshh.. Don’t stop.. Aahh..” desah
Meta.
Lalu jari telunjukku memainkan
clitorisnya yang mulai menegang
sementara Duta memompanya
dari belakang dan mulutku telah
beralih turun ke putingnya.
Kuberanikan untuk menyodok-
nyodok memeknya dengan dua
jari. Agak kasar.
“Sshh.. Aahh.. Oohh Mbak.. Meta
ngga tahann.. Sshh..”
Meta mulai mengacak-acak
rambutku. Aku merosot ke arah
selangkangan Meta, kuangkat
paha Meta yang kiri dan aku
bantalkan kepalaku pada paha
satunya. Dengan posisi paha
bawah menekuk begini aku dapat
leluasa menjilaticlitoris Meta dari
depan sedangkan Duta tetap
leluasa memompa dari belakang.
“Ohh.. Mbak.. Mas Duta.. Aku mau
keluar..” Meta berteriak tidak
tahan diperlakukan demikian.
Kedua pahanya mulai bergerak
akan dijepitkan pada kepalaku
sambil terus menggoyangkan
pantatnya, tiba tiba Meta
menjerit histeris..
“Oohh.. Mbak bagaimana.. Ini..
Orgghh..” Meta terus mengejat-
ngejat dengan ritmis pertanda
dia sudah keluar.
Duta terus menggenjot
pantatnya semakin cepat dan
keras hingga mentok ke dasar
memek Meta. Dan.. crett..
crreett.. ccrreett.. Dan keluarlah
sperma Duta dari sela-sela
memek Meta saat sperma Duta
keluar. Aku langsung
menyedotnya habis sampai
bersih.
Rupanya Mas Pujo sudah selesai
mandi dan begitu Duta mencabut
kontolnya dari memek Meta
langsung saja Mas Pujo
menggantikan posisi Duta dengan
tidur miring dan memasukkan
kontolnya ke memek Meta dari
belakang.
Mas Pujo mulai mengayunkan
kontolnya, walau tampak agak
kelelahan tapi Meta berusaha
mengimbangi. Setelah agak lama
Mas Pujo meminta Meta untuk
berposisi menungging dengan
tanpa melepaskan kontolnya.
Otomatis Meta mengangkangiku
dalam posisi 69. Aku terus saja
mengambil posisi merengkuh
bokong Meta dan mengganjal
kepalaku dengan dua bantal
agar mulutku dapat pas di
clitoris Meta. Mas Pujo langsung
mendorong pantatnya.
Aku terkesiap ketika kurasakan
lidah Meta sudah memainkan
clitorisku, sambil meremas
tetekku yang dari tadi
terbiarkan. Aku pun mengangkat
pantatku dan menarik pinggul
Meta hingga kami berpelukan
dengan bantalan tetekku dan
tetek Meta. Rasanya jiwaku
melayang apalagi saat sesekali
aku dapat meraih kontol Mas
Pujo untuk kukulum dan
memasukkannya lagi ke memek
Meta.
“Aduuhh..,.. Met..” erang Mas Pujo
sambil terus laju memompa
memek Meta, dan dua buah
pelirnya memukul-mukul ubun-
ubunku.
Tiba-tiba ditahannya pantat
Meta kuat-kuat agar tidak
bergoyang. Dengan menahan
pantat Meta kuat-kuat itulah
Mas Pujo dapat memompa lebih
kuat dan dalam, sedangkan aku
dengan susah payah harus
melumat clitoris Meta. Rupanya
Mas Pujo kuat juga meskipun
telah berkali-kali kemaluannya
menggocek memek Meta tadi
malam tapi masih tetap saja
tidak menunjukkan adanya
tanda-tanda kelelahan bahkan
semakin meradang.
Kulepas mulutku dari clitoris
Meta dan terus kutekan dengan
jari tengahku sambil kugosok
naik turun seperti
bermasturbasi, dan tiba-tiba
Meta mengapit kepalaku.
“Aduuhh.., Mbakk.., Aahh Mas..
Pujo,” kudengar erangan Meta
mulai tidak karuan saat aku
terus melakukan gosokan pada
clitorisnya.
“Mbak Rien..,.. Aku mau keluar..
Ahhgg..” desahnya lagi.
Mendengar desahan Metam aku
dan Mas Pujo seperti dikomando,
semakin gencar melakukan
gosokan sambil tanganku naik
turun untuk mempercepat
rangsangannya dan Mas Pujo
mempercepat tempo
genjotannya. Dan tak lama
kemudian.., seerrtt.., seerrtt
kurasakan dua semburan lelehan
putih dari bibir memek Meta
serta kedua pahanya semakin
mengapit kepalaku kuat-kuat.
Lelehan warna putih pekat di
tanganku kumasukan mulutku,
terasa agak manis asin.
Setelah kedutan-kedutan memek
Meta berhenti, kulihat kontol
Mas Pujo yang masih tegar
kuraih, kuhisap dan kukulum
serta kujilat pada kemaluan yang
membonggol itudan hasilnya luar
biasa.., aku merasa ukurannya
bertambah besar dan mulai
bekedut-kedut. Kuhisap lagi
berulang kali sampai aku puas.
Aku mulai merasakan adanya
cairan manis keluar dari ujung
kemaluan itu. Aku terus
berusaha, mulutku mulai payah.
Kugoyang-goyangkan telur
kemaluan Mas Pujo.
“Ahh Rienn..” desah Mas Pujo.
Creet.. crett.. Saking kuatnya
semprotan dari kemaluan Mas
Pujo, kurasakan ada air maninya
yang langsung masuk tertelan.
Kuhisap terus sampai terasa
tidak ada lagi air mani yang
keluar dari kemaluan Mas Pujo.
Kubersihkan kemaluan Mas Pujo
dengan menjilatinya sampai
bersih. Aku puas merasakannya.
Aku bahagiaa. Sebentar
kemudian kurasakan
kemaluannya mulai mengecil dan
melemas. Pada saat telah kecil
dan lemas tersebut, aku merasa
mulutku mampu melahap
kemaluannya secara menyeluruh.
Kuangkat tubuh Meta tidur ke
samping. Kami tidak berpakaian.
Meta mulai merapatkan matanya
sambil tangannya merangkulku
dan tubuhnya yang berkeringat
merapat ke tubuhku. Meskipun
udara Kopeng dingin, tetapi
tubuh kami masih kepanasan
berkeringat akibat permainan
tadi.
Siangnya pada jam 10.00, kami
rapat dengan dihadiri Pak Kidjan
penunggu Vila dan memutuskan
bahwa pengelolaan usaha yang
ada di Jawa termasuk kebun dan
villa akan menjadi tanggung
jawab Meta. Meta hanya
menangis ketika kami sampaikan
bahwa kami harus pindah, tapi
dengan fasilitas dan keuangan
yang ia kelola, Meta akan dapat
menyusul kami sewaktu-waktu.
“Kami tak akan pernah
melupakanmu Met..,” itulah kata-
kata kami kepada Meta sebelum
kami akhirnya terbang ke Bumi
Nyiur Melambai.