Servis Plus SPG Susu

Pagi itu aku harus Berangkat
kerja lebih pagi karena
pekerjaan kantor yang
menumpuk. Ditengah jalan tiba-
tiba hujan turun dengan
derasnya. Akhirnya aku berteduh
di warteg terdekat.
“Wah.. wah.. sialan, kok malah
hujan.. numpang teduh ya Bu,”
entah sial apa pagi itu, hujan
mendadak turun tanpa mendung,
aku pun terpaksa menghentikan
laju sepeda motorku dan segera
berteduh disebuah warung
pinggir jalan.
“Ndak apa Dik, memang hujannya
deras, kalau diteruskan nanti
basah semua bajunya,” jawab
pemilik warung, ibu berusia baya
seumur ibuku.
“Saya pesan kopi susunya Bu,
jangan banyak-banyak gulanya
ya,” pintaku setelah mengambil
duduk dalam warung itu. Sambil
menunggu pesananku, kuamati
pemandangan sekeliling warung
itu.
Warung tempat kuberteduh
terlihat sangat rapi dan bersih,
walaupun ukurannya kecil.
Sungguh, aku baru kali itu
singgah disana, meskipun sehari-
hari kerab melintasi jalan di
depannya. Pagi itu, ada tiga
orang yang turut berteduh
sambil sarapan, kelihatannya
mereka itu sopir dan kenek
angkot yang pangkalannya tak
seberapa jauh dari warung itu.
Belumlagi kopi susu yang
kupesan tiba dihadapanku,
kulihat dua wanita muda masuk
ke warung.
“Uhh, gila hujannya ya Fin..,
untung sudah sampai sini,” kata
yang berbadan agak gemuk pada
temanya yanglebih langsing. Dari
penampilan mereka aku bisa
menebak kalau mereka adalah
sales promotion girl (SPG),
dibelakang baju kaos yang
mereka pakai ada sablonan
bertulis Susu Siip (sengaja
disamarkan), produk susu baru
buatan lokal. Keduanya langsung
duduk dibangku panjang tepat di
depanku.
“Ini Dik kopi susunya, apa nggak
sekalian pesan sarapan Dik?” ibu
pemilik warung membawakan
pesananku.
“Makasih Bu, ini saja cukup. Saya
sudah sarapan kok,” jawabku,
Ibu itu pun berlalu, setelah
sempat menawarkan menu pada
dua wanita muda dihadapanku.
“Hm maaf Mas, apa tidak mau
coba susu kami?” sebuah suara
wanita mengejutkan aku. Hampir
saja aku tersedak kopi yang
sedang kuseruput dari
cangkirnya, sebagian kopi malah
tumpah mengotori lengan bajuku.
“Duh maaf, kaget ya Mas. Tuh
jadi kotor bajunya,” wanita yang
agak gemuk menyodorkan tisue
kepadaku.
“Ohh, nggak apa Mbak, makasih
ya,” kuterima tisue
pemberiannya dan membersihkan
lengan bajuku.
“Maaf, susu apa maksud Mbak?”
aku bertanya.
“Hik.. Hik.. Mas ini rupanya kaget
dengar susu kita Fin,” canda
sigemuk, si langsing tersenyum
saja.
“Ini loh Mas, susu siip. Susu baru
buatan lokal tapi oke punya.
Harganya murah kok, masih
promosi Mas, ada hadiahnya
kalau beli banyak,” si langsing
menjelaskan, ia juga
menerangkan harga dan
hadiahnya.
Sebenarnya aku ingin lebih lama
diwarung itu supaya bisa lebih
lama bersama dua wanita SPG
susu itu, tapi nampaknya hujan
sudah mulai berhenti dan aku
harus melanjutkan perjalanan
karena waktunya sudah mepet
& Pekerjaan dikantor masih
menunggu tuk diselesaikan.
“Saya tertarik Mbak, tapi
kayaknya saya harus lanjutkan
perjalanan nih, tuh hujannya
sudah berhenti. Emm, gimana
kalau saya kasih alamat saya, ini
kartu nama saya dan kalau boleh
Mbak berduatulis namanya disini
ya,” kusodorkan selembar kartu
namaku sekaligus meminta
mereka menulis namanya dibuku
saku yang kubawa.
“Oh Mas Andy toh namanya.
Pulang kerjanya jam berapa Mas
biar bisa ketemu nanti kalau
kami kerumahnya,” si gemuk
yang ternyata bernama Lina
bertanya sambil senyum-senyum
padaku.
“Jam empat sore juga saya
sudah dirumah kok. Mbak Lina
dan Mbak Wati boleh kesana
sekitar jam itu, saya tunggu ya,”
jawabku. Wati yang langsing juga
tersenyum.
Akukemudian membayar kopi
susu pesananku dan
meninggalkan warung, untuk
segera menuju ke kantor.
Jam 3 sore aku sudah
menyelesaikan laporanku yang
menumpuk, dan aku langsung
pulang kekontrakanku. Oh ya
umurku saat itu sudah menginjak
28 tahun, aku coba mandiri
merantau dikota kembang ini.
Kuputar lagu-lagu melankolisnya
Katon Bagaskara di VCD Player
sambil kunikmati berbaring
dikasur kamarku. Foto Lusi
kupandangi, pacarku itu sudah
tiga minggu ini pindah ke
Jakarta, bersama pindah tugas
bapaknya yang tentara.
Kayaknya sulit melanjutkan tali
kasih kami, apalagi jarak kami
sekarang jauh. Dan sepertinya ini
takdirku, berkali-kali gagal kawin
gara-gara terpisah tiba-tiba, jadi
jomblo sampai umur segitu.
Membayangkan kenangan manis
bersama Lusi, aku akhirnya lelap
tertidur ditemani tembang manis
Katon. Sampai akhirnya gedoran
pintu kontrakan
membangunkanku. Astaga sudah
jam setengah 5 sore, aku segera
membukakan pintu utama
kontrakanku untuk melihat siapa
yang datang.
“Sore Mas Andy, duh baru
bangun ya? Maaf ya
mengganggu lagi,” ternyata yang
datang Lina dan Wati, SPG Susu
yang kujumpai pagi tadi.
“Oh Mbak Lina dan Mbak Wati..,
saya pikir nggak jadi datang.
Silahkan masuk yuk, saya basuh
muka sebentar ya,”
kupersilahkan mereka masuk dan
aku kekamar mandi membasuh
mukaku.
Sore itu Lina dan Wati tidak lagi
menggunakan seragam SPG,
mereka pakai casual. Lina walau
agak gendut jadi terlihat seksi
mengenakan jeans ketat dipadu
kaos merah ketat pula,
sedangkan Wati yang langsing
semakin asyik pakai rok span
mini dipadu kaos kuning ketat.
Rumah kontrakanku type 36, jadi
hanya ada ruang tamu dan
kamar tidur yang ukurannya
kecil, selebihnya dapur dan
kamar mandi juga sangat mini
dibagian belakang. Setelah basuh
muka, aku menemani mereka
duduk di ruang tamu.
“Wah ternyata Mas Andy ini
Kerja di Farmasi ya, boleh dong
kapan-kapan kita di jelasin
masalah obat Mas?” Lina buka
bicara saat aku duduk bersama
mereka.
“Tentu boleh, kapan Mbak mau
datang aja kesini,” jawabku.
Selanjutnya kami kembali bicara
masalah produk susu yang
mereka pasarkan. Bergantian
bicara, Lina dan Wati menjelaskan
kalau susu yang mereka jual ada
beberapa macam dengan
kegunaan yang beragam. Ada
susu untuk ibu hamil, ibu
menyusui, anak-anak usia
sekolah, balita, bayi, orangtua,
pertumbuhan remaja, sampai
susu greng untuk menambah
vitalitas pria. Nah, untuk susu
penambah vitalitas pria itu,
bicara mereka sudah berani agak
porno dan mesum, membuat aku
blingsatan mendengarnya.
“Hmm, boleh-boleh.. Saya ambil
susu grengnya dua mbak, nanti
kalau bagus saya tambah lagi lain
kali,” aku memotong bicara
mereka yang semakin ngawur.
“Nah gitu dong Mas, biar istri
Mas senang kalau suaminya
greng,” Wati kembali bercanda.
“Duh.. Mbak, saya belum kawin
nih. Maksud saya susu greng itu
saya pakai buat kerja, supaya
tetap fit kalau kerja,” kataku.
Jawabanku itu membuat mereka
saling pandang, lalu keduanya
tertawa sendiri.
“Wah kita kira Mas sudah punya
istri, ternyata masih bujang. Kok
ganteng-ganteng belum laku
sih?” Lina menggoda.Suasana
terasa langsung akrab bersama
dua SPG susu itu. Mereka pun
menceritakan latar belakang
mereka tanpa malu kepadaku.
Lina, wanita berumur 26 tahun,
dulunya karyawati sebuah bank,
lalu berhenti karena dinikahi
rekan sekerjanya. Tapi kini dia
janda tanpa anak sejak suaminya
sakit dan meninggal, tiga tahun
lalu. Sedangkan Wati, bernasib
sama. Wanita 24 tahun itu,
pernah menikah dengan lelaki
sekampungnya, tetapi kemudian
jadi janda gantung sejak
suaminya jadi TKI dan tak ada
kabarnya sejak 4 tahun lalu.
Keduanya terpaksa menjadi SPG
untuk menghidupi diri.
“Kami malu Mas, sudah kawin
masih bergantung pada
orangtua, makanya kami kerja
begini,” kata Wati.
“Kalau Mas mau, gimana kalau
saya seduhkan susu greng itu.
Sekedar coba Mas, siapa tahu
Mas jadi pingin beli lebih
banyak?” Lina menawarkanku
setelah obrolan kami semakin
akrab.Belum sempat kujawab dia
sudah bangkit dan menanyakan
dimana letak dapur, ia pun
menyeduhkan secangkir susu
greng buatku. Susu buatan Lina
itu kucicipi, lalu kuteguk habis,
kemudian kembali ngobrol dengan
mereka. Saat itu jam menunjuk
angka tujuh malam. Lima belas
menit setelah meneguk susu
buatan Lina, aku merasakan
dadaku bergemuruh dan panas
sekujur tubuh, agak pusing juga.
“Ohh.. Kok saya pusing jadinya
Mbak? Kenapa ya? Ahh..,” aku
meremasi rambutku sambil
bersandar di kursi bambu.
“Agak pusing ya Mas, itu memang
reaksinya kalau pertama minum
Mas. Mana coba saya pijitin
lehernya,” Wati pindah duduk
kesampingku sambil memijiti
tengkuk leherku, agak enakan
rasanya setelah jemari lentik
Wati memijatiku.
“Nah, biar lebih cepat sembuh
saya juga bantu pijit ya,” Lina
pun bangkit dan duduk
disampingku, posisiku jadi berada
ditengah keduanya. Tapi, astaga,
Lina bukannya memijit leherku
malah menjamah celana depanku
dan memijiti penisku yang
mendadak tegang dibalik celana.
“Ahh Mbaak.., mmfphh.. Ehmm,”
belum selesai kalimat dari bibirku,
bibir Wati segera menyumpal dan
melumat bibirku. Gila pikirku, aku
hendak menahan aksi mereka
tapi aku pun terlanjur menikmati,
apalagi reaksi susu sip yang
kuteguk memang mujarab,
birahiku langsung naik. Akhirnya
kubalas kuluman bibir Wati,
kusedot bibir tipisnya yang mirip
Enno Lerian itu.
“Waduh.., gede juga Andy
juniornya Mas,” ucapan Lina
kudengar tanpa melihatnya
karena wajah Wati yang
berpagutan denganku menutupi.
Tapi aku tahu kalau saat itu Lina
sudah membuka resleting
celanaku dan mengeluarkan
penisku yang tegang dari celana.
Sesaat setelah itu, kurasakan
benda kenyal dan basah
melumuri penisku, rupanya Lina
menjilati penisku.
“Ahh.., tidak Mbak.., jangan
Mbak,” kudorong tubuh Wati dan
Lina, aku jadi panik kalau sampai
ada warga yang melihat adegan
kami.
“Ayolah Mas.. Kan sudah
tanggung. Nanti pusing lagi loh,”
Lina seperti tak puas, Wati pun
menimpali.
“Maksud saya jangan kita
lakukan disini, takut kalau
ketahuan Pak RT. Kita pindah
kekamar aja yah,” aku mengajak
keduanya pindah ke kamar
tidurku, setelah mengunci pintu
utama kontrakanku.Sampai di
kamarku, bagaikan balita yang
akan dimandikan ibunya,
pakaianku segera dilucuti dua
SPG itu, dan mereka pun
melepasi seluruh pakaiannya. Wah
tubuh mereka nampak masih
terawat, mungkin karena lama
menjanda. Sebelum melanjutkan
permainan tadi, kuputar lagi lagu
Katon Bagaskara dengan volume
agak keras supaya suara kami
tak terdengar keluar.
Setelah itu, aku rebah dikasurku
dan Lina segera mengulangi
aksinya menjilati, menghisap
penisku yang semakin mengeras.
Lina bagaikan serigala lapar yang
mendapatkan daging kambing
kesukaannya. Sedangkan Wati
berbaring disisiku dan kami
kembali berpagutan bibir,
bermain lidah dalam kecupan
hangat. Dalam posisi itu tanganku
mulai aktif meraba-raba susu
Wati disampingku, kenyal dan
hangat sekali susu itu, lebih sip
sari susu sip yang mereka jual
kepadaku.
“Oh Mas, saya sudah nggak
tahan Mas,” Lina mengeluh dan
melepaskan kulumannya
dipenisku.
“Ayo Lin, kamu duluan.. Tapi
cepat yahh,” Wati menyuruh Lina.
Wanita bertubuh agak gemuk itu
segera menunggangiku,
menempatkan vagina basahnya
diujung penisku Lina berposisi
jongkok dan bless, penisku
menembusi vaginanya.
“Ohh.. Aaauhh.. Mass hengg,” Lina
meracau sambil menggenjot
pinggulnya naik turun dengan
posisi jongkok diatasku.
Kurasakan nikmatnya vagina
Lina, apalagi lemak pahanya ikut
menjepit di penisku.Wati yang
turut terbakar birahinya segera
menumpangi wajahku dengan
posisi jongkok juga, bibir
vaginanya tepat berada
dihadapan bibirku langsung
kusambut dengan jilatan lidah
dan isapan kecil. Posisi mereka
yang berhadapan diatas tubuhku
memudahkan keduanya saling
pagut bibir, sambil pinggulnya
memutar, naik turun, menekan,
diwajah dan penisku.
Lima belas menit setelah itu, Lina
mempercepat gerakannya dan
erangannya pun semakin erotis
terdengar.“Ahh Mass.., sayaa
kliimmaakss.. Ohh
ammphhuunnhh,” Lina mengejang
diatasku, lalu ambruk berbaring
disamping kananku. Melihat Lina
KO, Wati kemudian turun dari
wajahku dan segera mengambil
posisi Lina, dia mau juga
memasukkan penisku ke
memeknya.“Ehh tunnggu Mbak
Wati, tunggu,” kuhentikan Wati.
Aku bangkit dan memeluknya lalu
membaringkannya dikasur,
sehingga akulah yang kini diatas
tubuhnya.
“Mass.. Aku pingin seperti Lina
Masshh.. Puasin aku ya..
Meemmppffhh.. Ouhh Mass,” Wati
tersengal-sengal kuserang
cumbuan, sementara penis
tegangku sudah amblas
dimekinya.
“Ohh enakhhnya memekmu
Watthh.. Enakhh ughh,”
“Engh.. Genjot yang kerass Mass,
koontollmu juga ennahhkk.. Ohh
Mass,” Wati dan aku memanjat
tebing kenikmatan kami hingga
dua puluh menit, sampai akhirnya
Wati pun mengejang dalam
tindihanku.
“Amphhunn Mass.. Ohh nikhhmatt
bangghett Masshh..,” Wati
mengecup dadaku dan mencakar
punggungku menahan
kenikmatan yang asyik.
“Iya Watt.. Inii untukkhhmu.. Ohh..
Oohh,” aku pun menumpahkan
berliter spermaku ke dalam
vagina Wati.
Setelah sama-sama puas, dua
SPG susu itu pun berlalu dari
rumahku, kutambahkan dua
lembar ratusan ribu untuk
mereka. Aku pun kembali tidur
dan menghayalkan kenikmatan
tadi
Related Post